Kutuliskan, Karena Otak Tak Cukup Mampu Mengingat

Monday, January 17, 2011

Sabtu 10:34, 18 September 2010

Ini adalah catatan harian dari seorang teman, yang tersimpan dalam laptop saya.... sampe sekarang saya juga belum tahu siapa pengarangnya..... gaya penulisannya mirip novelis kawakan (hehehe) kayak kang Abik (Habiburrahman). Mungkin si penulis suka melahap novel ... Salut untuk Si Penulis....

Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih sekilo membuat kakiku terasa letih, bahkan aliran keringat dari tubuhku bak air terjun di musim hujan. Sosok lelaki paru baya yang setia menemakniku berjalan kaki menuju satu-satunya kampus negeri di kota tua kelahiran sawerigading. Sebenarnya kami bisa saja naik kuda besi kesekolah itu hanya saja sekedar ingin berekspresi akhirnya jalan adalah pilihan yang sangat tepat.
Dikampus yang hijau itu akibat cet yang dipoles di atap gedung, kami berpapasan dengan beberapa kawan lama sambil memohon maaf biasa…masih dalam suasana lebaran bahkan lebaran ketupat baru terlewatkan sehari. Disamping Radio Al-Hikmah kami mencoba menjinakkan aliran peluh yang bercucuran, sambil bercerita lucu dan sesekali mengorek-orek paha yang di tumbuhi bentol-bentol kecil mirip jerawat yang umumnya tumbuh di wajah remaja yang telah memasuki masa pubertas.
Tiba-tiba saja kami dikejutkan oleh raungan motor yang dikendarai oleh pimpinan mahasiswa yang sangat tidak berwibawa dan masih membawa kebiasaan kampungnya kedalam perguruan tinggi ini. Keletihan mengendarai motor akhirnya memustukan untuk berhenti di pohon yang paling besar di kampus itu. Jangan salah berhenti bukannnya istirahat tetapi dilanjutkan dengan gaya kampungan yang lain. Lantunan kalimat-kalimat ynag tidak seharusnya diucapkan di hadapan mahasiswa kampus toh termuntahkan juga dari lelaki yang terlalu cepat naik kelas ini.
Mantra-mantra yang terucap seolah-olah ingin menghalangi sekumpulan mahasiswa yang ingin mengakrabkan diri di kabupaten yang juga tempat kelahiran sesosok lelaki yang mayoritas penduduknya mengagungkan orang tersebut ke daftar wali pitue yakni Arung Pallakka. Tetapi naas bagi lelaki yang terlalu pongah ini bukannya simpatik tetapi justru luapan emosional dari seorang tenaga pengajar yang di dapatkan. Apa pasal hal ini terjadi..? saya kurang tahu secara persis serial peristiwanya karena kami hanya mengambil posisi yang agak jauh dari keramaian itu, sebagai bukti bahwa keramaian itu tidak memiliki arti yang berarti bagi kami.
Luapan emosional yang terpancar dari tenaga pengajar yang bertubuh kekar bak gatot koco dalam serial pewayangan jawa, membuat kepongahan lelaki yang berambut gondrong dan jenggut yang mirip kambing itu menjadi ciut, bahkan wajahnya yang kurang putih tiba-tiba berubah menjadi putih, mirip wajah di iklan-iklan teve swasta yang telah di poles dengan jamu beracun. Tapi sekali lagi hal demikian tidak menarik bagi kami dan akhirnya memutuskan untuk meninggalakan keramaian itu menuju gudang buku yang mungkin telah terbuka, dan semoga pelayanannya sudah normal kembali, bahkan harapanku bisa lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.. ah semoga saja harapan ini bisa terwujud demi generasi bangsa yang akan melanjutkan estapet dari generasi tua yang sudah berbau tanah itu.

0 comments:

Post a Comment

Recent Posts

Popular Posts

Unordered List

Blog Archive

Powered By Blogger

Pembaca di Facebook

Total Pageviews

Tentang Saya

My Photo
Muhammad Arsyad Dumpa
Palopo, Sulawesi Selatan, Indonesia
saya adalah seorang mahasiswa di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Palopo, mengambil Jurusan komunikasi....
View my complete profile

Jual Beli Online Murah dan Aman

Adsense Indonesia
Google Pagerank Powered by  MyPagerank.Net